[iklan]

Air dan Api (Contoh Cerpen)

Apabila kupandang airmuka ayah, aku merasa senang.
Mukanya bersih karena berkali-kali dicuci apabila mengambil air sembahyang.
Dahinya mengkilap karena sering sujud pada tikar sembahyang. Bahkan ... Aku kadang-kadang terheran-heran mengapa ayah mengambil air sembahyang, meskipun tidak hendak sembahyang.
Pernah kutanyakan, tapi ayah hanya tersenyum.
Hingga satu kali ....
Adikku Ismail menumpahkan tinta sehingga hampir semua bukuku terkena.
Bukan main marahku. Seolah-olah hendak kubalikkan saja meja karena amarah.
“Ibnu, ambillah air sembahyang ....”
Aku memandang ayah tak mengerti.
“Masih lama waktu Isa, Pak ....”
“Kerjakan saja apa yang kusuruh .... Ismail, ambil lap.
Sebelum itu kumpulkan buku-buku yang kena tinta.”
Waktu itu aku menurut. Dengan hati yang mengkal aku menimba air dan berwudhu.
Air yang dingin itu sejuk menyirami tanganku, mukaku, telingaku.
Amarahku seolah-olah tersapu bersih dan dalam ketenangan aku merasa terlanjur telah marah-marah.
Aku iba hati melihat Ismail sendiri membenahi meja yang porak poranda.
Pasti tak sengaja Ismail berbuat ceroboh, menumpahkan tinta.
Ketika aku sampai di ruangan belajar lagi, ayah berkata:
“Buku-bukumu yang terkena tinta, kuganti ....”
Ayah memberiku buku-buku tulis dari persediaannya.
“Nah, tak perlu marah bukan? Marah tidak
menyelesaikan persoalanmu. Ismail berbuat itu tidak sengaja.
Ia sudah minta maaf tentunya. Mengapa kau harus marah dan bukan berusaha menyelamatkan buku-bukumu dari kemungkinan terkena tinta?”

Aku diam.
“Marah itu berasal dari setan, dan kau tahu setan itu berasal dari api ... karena itu harus harus disiram air. Itulah  mengapa kau kusuruh mengambil air sembahyang ....”
Aku tersenyum mengulurkan tangan kepada Ismail;
“Lain kali hati-hati, ya Bung ....”
Ismail tersenyum pula.
Selesai.

Sumber: kumpulan cerpen Orang-Orang Tercinta karya Sukanto S.A.

0 komentar


. . .
 
© 2011 - | Buku PR, TUGAS, dan Catatan Sekolah | www.suwur.com | pagar | omaSae | AirSumber | Bengkel Omasae, | Tenda Suwur | Versi MOBILE