[iklan]

Ukhuwah Islamiyah

Cakupan ukhuwah Islamiyah mencakup seluruh makhluk Allah, tidak hanya antar sesama manusia. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengajarkan tentang pentingnya menjaga keharmonisan hubungan dengan makhluk lainnya dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta keadilan. Sebagai umat Muslim, kita harus memperlakukan makhluk Allah lainnya dengan penuh kasih sayang dan menghindari perbuatan yang merugikan mereka. Hal ini juga tercermin dalam ajaran Islam tentang menjaga lingkungan dan alam, karena alam merupakan anugerah Allah yang harus dijaga dan dilestarikan untuk generasi selanjutnya.

Pengertian Ukhuwah

Istilah ukhuwah Islamiyah pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orang-orang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat Islami.

Cakupan ukhuwah Islamiyah di sini bukan hanya mengenai hubungan sesama umat Islam, tetapi juga menyangkut interaksi dengan umat non muslim, bahkan dengan makhluk Allah lainnya. Seorang pemilik kuda misalnya, tidak boleh membebani kudanya dengan beban yang melampaui batas kewajaran. Dengan demikian, ukhuwah Islamiyah juga mengajarkan pada kita bagaimana memperlakukan makhluk Allah lainnya dengan lembut dan tidak semena-mena, dengan menekankan aspek perikemanusiaan dan kasih sayang terhadap tumbuhan maupun hewan.

Dalam bahasa Arab, terdapat beberapa kosa kata yang berkenaan dengan bahasan ini, yaitu kata ukhuwah sendiri yang berarti persaudaraan, ikhwah yang berarti saudara seketurunan, serta ikhwan yang memiliki makna saudara tidak seketurunan. Sementara di dalam Al-Qur’an, kata ‘akhu’ yang berarti saudara digunakan untuk menyebut saudara kandung atau seketurunan (QS 4:23), saudara sebangsa (QS 7:65), saudara semasyarakat walau berselisih paham (QS 38:23), serta saudara seiman (QS 49:10). Al-Qur’an tidak hanya menyinggung perihal ukhuwah insaniyah atau persaudaraan kemanusiaan (antar sesame manusia), tetapi juga memasukkan binatang dan burung ke dalam kategori umat layaknya umat manusia (QS 6:38) sebagai saudara semakhluk atau sesama makhluk Allah (ukhuwah makhluqiyyah).


Klasifikasi Ukhuwah

Berikut ini merupakan intisari beberapa ayat suci yang menggambarkan pembagian jenis-jenis ukhuwah:
• Sungguh bahwa Allah telah menempatkan manusia secara keseluruhan sebagai Bani Adam dalam kedudukan yang mulia, walaqad karramna bani Adam (QS 17:70).
• Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat antara yang satu dengan yang lain (QS 49:13).
• Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan yang berbeda, padahal andaikata Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan seluruh manusia tersatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan itu untuk member peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai kebajikan, fastabiqul khairat (QS 5:48).
• Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara antara yang satu dengan yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana (Hadist Bukhari).
Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan hadist sekurang-kurangnya memperkenalkan empat macam ukhuwah, yakni:
• Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam lingkup sesama makhluk yang tunduk kepada Allah.
• Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena sama-sama memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan (persaudaraan antarmanusia, baik itu seiman maupun berbeda keyakinan).
• Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan yang didasari keterikatan keturunan dan kebangsaan.
• Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau seagama.
Keempatnya dilandasi prinsip ukhuwah Islamiyah. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, hal ini memiliki makna persaudaraan yang dijalin secara Islami (berdasarkan syariat Islam).


Petunjuk Al-Qur’an mengenai Ukhuwah

Proses berlangsungnya atau bagaimana diterapkannya ukhuwah ini tentunya tak lepas dari persamaan yang dimiliki antarpihak sebagai faktor penunjang yang secara signifikan membentuk persaudaraan. Semakin banyak persamaan yang ada, baik kesamaan rasa maupun kesamaan cita-cita atau target capaian, maka ukhuwah yang terjalin cenderung menguat. Ukhuwah umumnya melahirkan aksi solidaritas, dapat berupa aksi yang positif dan negatif. Contoh ukhuwah yang melatarbelakangi sebuah aksi positif yakni ketika terjadi banjir misalnya, sebuah kelompok masyarakat yang sebelumnya mungkin berselisih paham atau tidak akur antar anggotanya, dapat timbul ukhuwah saat semuanya menjadi korban banjir. Banjir ini menyatukan perasaan mereka, berupa rasa sama-sama menderita dan sepenanggungan. Kesamaan rasa itulah yang kemudian memunculkan kesadaraan untuk saling membantu. Sedangkan contoh ukhuwah yang berakibat aksi negatif ialah pemberontakan oleh sekelompok orang terhadap pemerintahan, akibat rasa persaudaraan yang timbul sesama mereka karena berbagai motif, seperti landasan atau paham Islam yang melenceng sehingga menimbulkan tindakan pengeboman oleh kalangan teroris.

Di dalam Al-Qur’an, terdapat penjelasan atau petunjuk mengenai pelaksanaan ukhuwah sebagaimana mestinya, sehingga bentuk aksi yang negatif dapat terhindari. Berikut adalah beberapa poin pedoman ukhuwah yang disebutkan dalam kitab suci tersebut:
1. Tetaplah berkompetisi secara sehat dalam melakukan kebajikan, meski berbeda agama, ideologi, maupun status (QS 5:48). Janganlah berpikir untuk menjadikan manusia tersatukan dalam keseragaman, dengan memaksa orang lain untuk berpendirian seperti kita misalnya, karena Allah menciptakan perbedaan itu sebagai rahmat, untuk menguji siapa di antara umatNya yang memberikan kontribusi terbesar dalam kebaikan.
2. Amanah atau tanggung jawab sebagai khalifah Alah di bumi harus senantiasa dipelihara, mengingat manusia memiliki keharusan menegakkan kebenaran dan keadilan (QS 38:26) serta menjaga keseimbangan lingkungan alam (QS 30:41).
3. Kuat pendirian, namun tetap menghargai pendirian orang lain. Lakum dinukum waliyadin (QS 112:4), tidak perlu bertengkar dengan asumsi bahwa kebenaran akan terbuka nanti di hadapan Allah (QS 42:15).
4. Meski terkadang kita berbeda ideologi dan pandangan, tetapi harus berusaha mencari titik temu, kalimatin sawa, tidak bermusuhan, seraya mengakui eksistensi masing-masing (QS 3:64).
5. Tidak mengapa bekerja sama dengan pihak yang berbeda pendirian, dalam hal kemaslahatan umum, atas dasar saling menghargai eksistensi, berkeadilan dan tidak saling menimbulkan kerugian (QS 60:8). Dalam hal kebutuhan pokok (mengatasi kelaparan, bencana alam, wabah penyakit, dsb) solidaritas sosial dilaksanakan tanpa memandang agama, etnik, atau identitas lainya (QS 2:272).
6. Tidak memandang rendah (mengolok-olok) kelompok lain, tidak pula meledek atau membenci mereka (QS 49:11).
7. Jika ada perselisihan diantara kaum beriman, penyelesaian yang akan dirumuskan haruslah merujuk kepada petunjuk Al Qur'an dan Sunnah Nabi (QS 4:59). Al Qur'an menyebut bahwa pada hakekatnya orang mu'min itu bersaudara (seperti saudara sekandung), innamal mu'minuna ikhwah (QS 49:10). Hadist Nabi bahkan memisalkan hubungan antara mukmin itu bagaikan hubungan anggota badan dalam satu tubuh dimana jika ada satu yang menderita sakit, maka seluruh anggota badan lainnya solider ikut merasakan sakitnya dengan gejala demam dan tidak bisa tidur misalnya. Nabi juga mengingatkan bahwa hendaknya di antara sesama manusia, tidak ada pikiran negatif (buruk sangka), tidak mencari-cari kesalahan orang lain, tidak saling mendengki, tidak saling membenci, tidak saling membelakangi, tetapi kembangkanlah persaudaraan (H R Abu Hurairah).

Meski demikian, persaudaraan dan solidaritasnya harus berpijak kepada kebenaran, bukan mentang-mentang saudara lalu buta terhadap masalah. Al Qur'an mengingatkan kepada orang mu'min, agar tidak tergoda untuk melakukan perbuatan melampaui batas ketika orang lain melakukan hal yang sama kepada mereka. Sesama mukmin diperintakan untuk bekerjasama dalam hal kebajikan dan taqwa dan dilarang bekerjasama dalam membela perbuatan dosa dan permusuhan, ta'awanu 'alal birri wat taqwa wala ta'awanu 'alal itsmi wal 'udwan. (QS 5:2).


Kasus Kemunduran Ukhuwah Islamiyah

Islam adalah agama yang cinta perdamaian, tetapi akhir-akhir ini Islam diidentikan terorisme dan kekerasan. Hal ini menjadi tantangan para ulama di Indonesia menghadapi gerakan terorisme bukan hanya untuk mengembalikan citra islam yang diidentikkan dengan kekerasan, tapi juga bagaimana mengurangi aksi-aksi kekerasan. Mengingat terorisme adalah dampak dari kekeliruan memahami teks-teks agama disertai konteks kebijakan global negara-negara barat yang tidak adil, maka program melawan kekerasan itu tidak hanya diarahkan pada pelurusan terhadap paham keagamaan kaum muslim, tetapi juga harus berupaya menciptakan tatanan global yang adil.

Genderang perang melawan kekerasan sampai pada titik tertentu menjadikan Islam sebagai pusat perhatian masyarakat international. Hal ini disebabkan oleh kekerasan yang membuat masyarakat dihantui rasa takut dan agama Islam dijadikan pembenar atas aksi-aksi kekerasan. Tentu pandangan ini menyebabkan masyarakat barat menganggap Islam mengajarkan kekerasan dan terorisme. Tentu pandangan masyarakat barat ini membuat "sakit hati" kaum muslim. Padahal Islam mengajarkan sikap sopan santun dan berbuat baik pada semua orang, kecuali yang memusuhi agama Islam. Mayoritas masyarakat muslim Indonesia ramah, dan santun. Makanya di masa lalu Islam masuk Indonesia dengan jalan yang damai, tidak masuk dengan jalan peperangan seperti di tempat lain di dunia. Maka dari itu sangat lucu jika Islam diidentikkan dengan kekerasan dan terorisme. Apalagi jika hal itu dikaitkan dengan keadaan umat Islam Indonesia yang sangat ramah dan santun. Jelas tuduhan bahwa Islam adalah agama yang keras dan identik dengan terorisme tidak berdasar. Mungkin hanya karena ulah sekelompok oknum tertentu yang menamakan gerakan Islam yang radikal, maka Islam dikatakan teroris. Sungguh kesimpulan yang tidak berdasar dan hanya sebuah rekayasa wacana yang sangat mendiskreditkan Islam itu sendiri.

Mestinya kalangan pelaku teror menganggap bahwa jalan kekerasan merupakan pilihan melawan ketidakadilan barat atas kaum muslim, namun menurut Syafii Maarif radikalisme umumnya berakhir dengan malapetaka dan bunuh diri. Sebab, prinsip kearifan dan lapang dada yang diajarkan agama tidak lagi dihiraukan dalam mengatur langkah dan strategi. Sejarah perjuangan Rasul yang pahit dan getir, tapi ditempuh dengan ketabahan, seharusnya menginsafkan umat Islam bahwa cara-cara radikal-emosional akan membawa kita kepada kegagalan dan kesalahan.
0 komentar


. . .
 
© 2011 - | Buku PR, TUGAS, dan Catatan Sekolah | www.suwur.com | pagar | omaSae | AirSumber | Bengkel Omasae, | Tenda Suwur | Versi MOBILE